Jakarta - Dibandingkan dengan tingkat rata-rata
pendapatan per keluarga, biaya akses Internet saat ini masih terhitung mahal.
"Biaya broadband masih menjadi penghalang besar," kata Director of World Ahead Intel Jose Carlos Martines di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2012.
Jose mengatakan harga broadband mengambil porsi terbesar pengeluaran individu maupun keluarga untuk terkoneksi ke Internet.
Berdasarkan riset lembaga International Telecommunication Union di tujuh negara berkembang, Brasil, India, Rusia, Cina, Turki, Indonesia, dan Meksiko, harga broadband menghabiskan 53 persen rata-rata total biaya selama empat tahun untuk solusi broadband komputer personal. Adapun biaya lainnya adalah pembelian PC dan pajak pertambahan nilai.
Penelitian ITU tersebut mengungkapkan penetrasi broadband mempunyai keterkaitan dengan pendapatan rata-rata keluarga serta ketersediaan produk dan layanan broadband yang terjangkau.
Untuk negara maju, biaya broadband memang sudah tidak menjadi masalah. Namun, setidaknya bagi 34 negara, biaya broadband tetap lebih tinggi dari rata-rata tahunan pendapatan.
Berdasarkan riset ITU, biaya broadband yang terjangkau adalah sekitar 3 persen dari penghasilan keluarga tahunan. Menurut ITU, terdapat 860 juta jiwa yang merupakan pengguna potensial di negara BRIC, ditambah Turki, Indonesia, dan Meksiko.
Mereka, yang berjumlah 860 juta jiwa itu, adalah pasar yang besar bagi penjualan broadband dengan sistem prabayar. Mereka bisa mengeluarkan dana US$ 9-10 untuk akses broadband.
Riset ITU menyebutkan, ketika biaya tahunan broadband turun di bawah 3 persen dari penghasilan tahunan keluarga, akan diikuti dengan peningkatan penggunaan layanan broadband.
Intel berpendapat, sistem prabayar merupakan cara yang tepat untuk memperluas pengguna layanan broadband. Strategi inilah yang mampu memicu, dengan cukup fantastis, pertumbuhan penjualan ponsel di seluruh dunia.
Saat ini, berdasarkan data ITU, dari total 7 miliar jiwa penduduk dunia, yang terkoneksi layanan broadband baru 2 miliar jiwa. Karena itu, kata dia, tantangan ke depan adalah menambah jumlah warga dunia yang terhubung ke Internet. “Mendorong satu miliar jiwa lagi yang harus terkoneksi,” kata Jose.
Director of Strategic Business Development Intel Indonesia Harry K. Nugraha mengatakan, apabila mengikuti target yang ditetapkan pemerintah Indonesia, maka setidaknya 30 persen dari jumlah penduduk sudah bisa menikmati layanan broadband.
"Biaya broadband masih menjadi penghalang besar," kata Director of World Ahead Intel Jose Carlos Martines di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2012.
Jose mengatakan harga broadband mengambil porsi terbesar pengeluaran individu maupun keluarga untuk terkoneksi ke Internet.
Berdasarkan riset lembaga International Telecommunication Union di tujuh negara berkembang, Brasil, India, Rusia, Cina, Turki, Indonesia, dan Meksiko, harga broadband menghabiskan 53 persen rata-rata total biaya selama empat tahun untuk solusi broadband komputer personal. Adapun biaya lainnya adalah pembelian PC dan pajak pertambahan nilai.
Penelitian ITU tersebut mengungkapkan penetrasi broadband mempunyai keterkaitan dengan pendapatan rata-rata keluarga serta ketersediaan produk dan layanan broadband yang terjangkau.
Untuk negara maju, biaya broadband memang sudah tidak menjadi masalah. Namun, setidaknya bagi 34 negara, biaya broadband tetap lebih tinggi dari rata-rata tahunan pendapatan.
Berdasarkan riset ITU, biaya broadband yang terjangkau adalah sekitar 3 persen dari penghasilan keluarga tahunan. Menurut ITU, terdapat 860 juta jiwa yang merupakan pengguna potensial di negara BRIC, ditambah Turki, Indonesia, dan Meksiko.
Mereka, yang berjumlah 860 juta jiwa itu, adalah pasar yang besar bagi penjualan broadband dengan sistem prabayar. Mereka bisa mengeluarkan dana US$ 9-10 untuk akses broadband.
Riset ITU menyebutkan, ketika biaya tahunan broadband turun di bawah 3 persen dari penghasilan tahunan keluarga, akan diikuti dengan peningkatan penggunaan layanan broadband.
Intel berpendapat, sistem prabayar merupakan cara yang tepat untuk memperluas pengguna layanan broadband. Strategi inilah yang mampu memicu, dengan cukup fantastis, pertumbuhan penjualan ponsel di seluruh dunia.
Saat ini, berdasarkan data ITU, dari total 7 miliar jiwa penduduk dunia, yang terkoneksi layanan broadband baru 2 miliar jiwa. Karena itu, kata dia, tantangan ke depan adalah menambah jumlah warga dunia yang terhubung ke Internet. “Mendorong satu miliar jiwa lagi yang harus terkoneksi,” kata Jose.
Director of Strategic Business Development Intel Indonesia Harry K. Nugraha mengatakan, apabila mengikuti target yang ditetapkan pemerintah Indonesia, maka setidaknya 30 persen dari jumlah penduduk sudah bisa menikmati layanan broadband.
Fikry Hamzah
No comments :
Post a Comment